Jakarta – Adobe memiliki jalur distributor resmi yang baru. Lantas apakah mereka akan mengikuti Autodesk dengan massive sweepingnya yang menyeret lima perusahaan besar di Indonesia?
Kita tahu sebagai raksasa software grafis, pangsa pasar Adobe memang cukup besar secara global maupun lokal. Rasanya software grafis Adobe merupakan perangkat wajib bagi desainer grafis, baik skala enterprise maupun micro.
Namun yang memperihatinkan, penggunaan software Adobe ilegal masih cukup banyak di Indonesia. Khususnya bagi pelaku industri skala micro di daerah-daerah luar Jakarta, yang mungkin pendapatan per-bulannya belum cukup untuk membeli software creative suite Adobe terbaru yang rata-rata diatas USD 1000. Mereka adalah orang-orang yang menggantungkan hidupnya pada software Adobe.
Bayangkan jika semua pengguna Software Adobe bajakan di Indonesia terkena sanksi. Berapa keuntungan yang diraup Adobe.
Menanggapi hal tersebut, Vicky Skipp selaku Regional Manager Adobe Asia Tenggara menjelaskan. “Kami memang bekerjasama dengan BSA (Business Software Alliance). Kami takkan membunuh mereka (pelaku usaha micro-red). Kami cinta UKM,” tandasnya di tengah peluncuran Adobe CS 5 dan Acrobat X, Kamis (25/11/2010), di Grand Hyatt Jakarta.
Ia menegaskan untuk beberapa kasus, Adobe bersama BSA akan melakukan pendekatan dengan perusahaan-perusahaan besar yang kedapatan menggunakan software bajakan. “Jika mereka tetap masih melanggar, kita ambil tindakan lebih lanjut,” imbuh wanita cantik yang menjadi manager regional Adobe ini.
Kendati demikian, ia mengakui bahwa pemberantasan software ilegal memang cukup sulit. Dan ini tak hanya terjadi di Indonesia saja. Untuk itu, Adobe menggunakan strategi edukasi kepada konsumen.
Melalui Sistech sebagai mitra barunya, Adobe bakal serius menggiring konsumen mereka ke jalur yang benar. “Kita akan mengedukasi konsumen untuk membeli software asli,” imbuh John Kurniawan, Presdir Sistech Kharisma.
Sumber : Detikinet